PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DOK PENINGKATAN
KAPASITAS
GENERASI SEHAT DAN CERDAS
TAHUN ANGGARAN 2018
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Generasi
Sehat dan Cerdas merupakan program unggulan
pemerintah melalui pola pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dan pendidikan dasar pada Direktorat
Pelayanan Sosial Dasar (PSD), Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa (Ditjen. PPMD), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi. Program ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengambil peran lebih aktif dalam rangka peningkatan kualitas layanan dasar, khususnya bidang pendidikan dan
kesehatan, terkait implementasi
Undang Undang No. 06 Tahun 2014 tentang Desa.
Untuk
dapat meningkatkan akselerasi pencapaian tujuan dan harapan tersebut, terutama
terkait dengan kesehatan ibu, bayi dan balita serta pendidikan dasar dibutuhkan dukungan sekaligus kesiapan seluruh
pelaku program, terutama aparat desa dan pelaku
masyarakat tingkat desa dan kecamatan.
Dukungan ini tentunya dapat
dilakukan secara optimal jika
kapasitas yang dimiliki para pelaku tersebut memadai, sesuai tugas, fungsi dan
perannya masing-masing. Sehingga program yang
dilaksanakan dapat berjalan efektif dalam mengatasi permasalahan, menjawab
tuntutan dan kebutuhan di lapangan, sesuai dengan dinamika yang berkembang di
masyarakat.
Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun Anggaran 2018 menetapkan,
lokasi GSC tetap di 5.789 desa dengan 499 kecamatan di 66 kabupaten pada 11
provinsi, yang dibagi menjadi 2 (dua) kategori: 1). Lokasi Reguler di 2.684
desa pada 218 kecamatan di 35 kabupaten, serta 2). Lokasi Khusus[1]
di 3.105 desa pada 281 kecamatan di 31 kabupaten.
Pelaksanaan GSC tahun 2018 di seluruh lokasi diarahkan
pada dukungan atas penanganan stunting melalui 3 (tiga) kegiatan utama: 1).
Pengintegrasian, 2). Peningkatan Standar Layanan Dasar, dan 3). Alih Kelola. Pada
Lokasi Khusus ditambahkan pendekatan penguatan atas konvergensi program
stunting melalui peningkatan peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)
sebagai Human Development Workers (HDW) yang
kemudian disebut sebagai Kader Pembangunan Manusia. Sedangkan, pada lokasi tertentu di
desa-desa tertinggal dan sangat tertinggal akan dilakukan kolaborasi dengan
program Rumah Desa Sehat oleh Direktorat Pelayanan Sosial Dasar.
Pelatihan
sebagai salah satu bentuk peningkatan kapasitas memegang peranan penting dalam
menyiapkan pelaku program, terutama aparat desa dan pelaku masyarakat, baik dari segi pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap terkait
implementasi Undang Undang No. 06
Tahun 2014 tentang Desa, dan peraturan turunannya; Pelayanan Sosial Dasar; dan
Generasi
Sehat dan Cerdas. Dengan
memiliki kapasitas tersebut, pelaku diharapkan dapat mendorong kegiatan
pelayanan sosial dasar ke dalam perencanaan dan penganggaran, baik desa maupun
daerah. Untuk itu, menjadi
penting untuk memberikan arahan atau penjelasan yang disiapkan secara terpadu
agar tercipta kesepahaman
sekaligus kesinambungan dalam setiap langkah dalam melaksanakan kegiatan
peningkatan kapasitas, mulai dari persiapan, pelaksanaan,
evaluasi dan pelaporan pertanggungjawaban sesuai dengan perannya masing-masing.
Petunjuk
Teknis Penggunaan DOK Peningkatan Kapasitas Generasi Sehat dan Cerdas Tahun
Anggaran 2018 ini sebagai penjelasan atas Keputusan Direktur Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 34 tahun 2017 tentang Petunuuk Teknis
Pencairan dan Penggunaan Dana Urusan Bersama Generasi Sehat dan Cerdas Tahun
Anggaran 2018.
1.2
Tujuan
Petunjuk Teknis Penggunaan DOK Peningkatan
Kapasitas
ini bertujuan
untuk:
1.2.1
Memberikan
gambaran kepada fasilitator mengenai jenis dan tahapan pelaksanaan peningkatan
kapasitas bagi
masyarakat dan pemerintahan desa untuk mendukung tujuan Generasi Sehat dan Cerdas
dalam kerangka implementasi UU Desa;
1.2.2
Memberikan
arahan kepada
fasilitator dalam perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi
dan pelaporan pertanggung-jawaban peningkatan kapasitas bagi masyarakat dan
pemerintahan desa guna
mendukung pelaksanaan
tupoksi pelaku Generasi
Sehat dan Cerdas dalam kerangka implementasi UU Desa; dan
1.2.3
Mendorong
prioritas kegiatan pelayanan sosial dasar untuk penanganan stunting ke dalam
dokumen perencanaan dan penganggaran desa dan daerah.
1.3
Keluaran
Keluaran yang diharapkan dalam Petunjuk
Teknis ini adalah :
1.3.1
Gambaran
mengenai jenis dan tahapan pelaksanaan peningkatan kapasitas bagi masyarakat dan
pemerintahan desa untuk
mendukung tujuan Generasi
Sehat dan Cerdas dalam kerangka implementasi UU Desa;
1.3.2
Arahan
terkait
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan
pertanggung-jawaban peningkatan kapasitas
bagi masyarakat dan pemerintahan desa guna mendukung pelaksanaan tupoksi pelaku Generasi Sehat dan Cerdas
dalam kerangka implementasi UU Desa;
dan
1.3.3
Prioritas kegiatan pelayanan sosial dasar untuk
penanganan stunting ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa dan
daerah.
1.4
Sasaran
Sasaran utama peningkatan kapasitas
adalah lembaga dan individu yang terlibat dalam Generasi
Sehat dan Cerdas, dan/atau pembangunan di desa, sesuai dengan fungsi dan
perannya, diantaranya adalah:
1.4.1
Pelaku
pengambil keputusan, yakni pelaku tingkat desa, yang secara kelembagaan
memiliki kewenangan atau terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan
pada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa, yaitu Kepala Desa dan Perwakilan
BPD;
1.4.2
Pelaku pelaksana
fasilitasi, yakni pelaku yang terlibat langsung dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan di desa dan antar desa, yakni Pendamping Lokal (PL), Kader
Pembangunan Manusia, Pengelola PAUD, Perwakilan Tokoh Masyarakat, PKK, dan Kepala Dusun; dan
1.4.3
Pelaku pemantau
dan pemerhati, yakni lembaga di tingkat desa dan antar desa yang memiliki
fungsi pengawasan, yakni perwakilan BKAD.
Unsur-unsur tersebut merupakan satu kesatuan dalam
mengawal Generasi Sehat dan Cerdas dan/atau pembangunan desa secara utuh dan
menyeluruh. Pembagian peserta/pelaku dalam peningkatan kapasitas tersebut lebih
ditujukan untuk mengkonsentrasikan fungsi dan peran saja, sehingga
masing-masing kelompok unsur tersebut dapat menjalankan fungsi dan perannya
secara efektif dan efisien.
1.5
Dasar
Hukum
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan sekaligus dasar
dalam melakukan peningkatan kapasitas Generasi Sehat dan Cerdas ini adalah Undang Undang
No. 06 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang
UU Desa; Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2015 tentang Perubahan PP 60 tentang
Dana Desa yang bersumber dari APBN; Peraturan
Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015–2019; Permendagri No. 19/2011
tentang Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu;
Permendes PDTT No. 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Hak Asal Usul dan Lokal
Berskala Desa; Permendes PDTT No. 2/2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme
Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa; Permendes PDTT No. 6/2015 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kemendes, PDT, dan Transmigrasi; Permendes
PDTT No. 19/2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018; dan Keputusan Dirjen PPMD No. 34 tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Pencairan dan Penggunaan Dana Urusan Bersama Generasi Sehat dan Cerdas TA 2018.
II.
ALOKASI
PENGGUNAAN DOK PENINGKATAN KAPASITAS
DOK Peningkatan Kapasitas yaitu anggaran
yang digunakan untuk
mendanai beberapa kegiatan peningkatan kapasitas dan operasional bagi para pelaku masyarakat di tingkat desa dan antar
desa. Secara
khusus, pengalokasian anggaran lokasi regular dan lokasi khusus dipaparkan
sebagai berikut:
2.1
Lokasi
Khusus
Alokasi penggunaan DOK Peningkatan
Kapasitas di lokasi khusus antara lain adalah sebagaimana pada tabel 1 berikut
:
Tabel 1. Alokasi Penggunaan DOK Peningkatan Kapasitas
di Lokasi Khusus
No.
|
Kegiatan
|
Jml
Hari
|
Peserta
|
Waktu
|
1
|
Pelatihan
Kader Pembangunan Manusia-1
|
2
|
Kader
Pembangunan Manusia
|
Januari-Februari
|
2
|
Pelatihan
Kader Pembangunan Manusia-2
|
1
|
Kader
Pembangunan Manusia dan Pemdes
|
Juni
|
3
|
Fasilitasi
Pengkajian Keadaan Desa dan Rembuk Stunting Desa
|
1
|
Pelaksana: Tim PKD
Peserta: Umum
|
Februari-Mei
|
4
|
Festival
Desa/Rembuk Stunting Kecamatan
|
1
|
Pelaksana:
BKAD, PL, Pemdes, Kader Pembangunan Manusia
|
Juni
|
Alokasi penggunaan DOK Peningkatan
Kapasitas di lokasi khusus digunakan untuk:
2.1.1 Pelatihan Kader
Pembangunan Manusia (Dasar)
Pelatihan ini ditujukan untuk memberikan
penguatan secara teoritis dan keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang Kader Pembangunan Manusia. Materi pelatihan terdiri
dari : gizi dan stunting; gambaran sosok dan tupoksi Kader Pembangunan
Manusia terutama dalam penanganan stunting di desa atau antar
desa; pendalaman keterampilan PKD; dan materi lainnya yang dirasa penting
disampaikan untuk penguatan Kader
Pembangunan Manusia sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing,
berdasarkan penjajakan kebutuhan yang dikendalikan oleh Spesialis Pelatihan dan
Peningkatan Kapasitas. Kegiatan
ini berlangsung sekitar Januari-Februari 2018. Dengan peserta Kader Pembangunan Manusia.
2.1.2 Pelatihan Kader
Pembangunan Manusia (Lanjutan)
Pelatihan tahap lanjutan ditujukan untuk
wahana koordinasi dan konsolidasi antar stakeholder di desa, termasuk
Pemerintah Desa. Pelatihan ini menjadi refleksi atas teori dan keterampilan
yang telah diberikan, dan diimplementasikan di lapangan. Oleh karena itu,
peserta untuk kegiatan ini tidak hanya melibatkan Kader Pembangunan Manusia, namun juga Pemerintah desa. Kegiatan ini berlangsung
sekitar Juni - Agustus 2018.
2.1.3
Fasilitasi
Pengkajian Keadaan Desa
Kegiatan
ini menekankan pada peningkatan kualitas musyawarah
dan partisipasi, melalui fasilitasi Focus Interest Group Discussion
(FIGD), musyawarah
dusun dan desa, serta observasi langsung, dengan
informan diantaranya kelompok masyarakat, RTM, Ibu hamil/balita, kelompok
profesi dan kelompok lainnya yang dirasa perlu dan terkait dengan perencanaan
pembangunan desa.
Untuk itu, peserta
kegiatan ini diprioritaskan bagi pelaku yang terlibat langsung dalam proses perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan di desa.
Kegiatan ini merupakan implementasi dari Pelatihan Kader Pembangunan
Manusia (Dasar)
yang sebelumnya telah dilaksanakan. Sedangkan alokasi untuk kegiatan PKD dapat digunakan untuk
biaya operasional proses kegiatan dan rapat perumusan hasil PKD. Kegiatan ini juga
menjadi wahana dalam membicarakan stunting di tingkat desa.
2.1.4
Festival
Desa/Rembuk Stunting Kecamatan
Kegiatan ini merupakan
ajang koordinasi terkait stunting di tingkat kecamatan, sekaligus advokasi atas
kegiatan penanganan stunting di tingkat antara desa atau kecamatan.
2.1.5
Pelatihan
Peningkatan Kapasitas Lainnya.
Penggunaan DOK Peningkatan
Kapasitas dapat digunakan untuk kebutuhan menu pelatihan dan kegiatan
peningkatan kapasitas lainnya yang memperkuat pencapaian arah kebijakan program, khususnya dalam peningkatan akses
pelayanan dasar yang berkualitas di desa, khususnya
terkait dengan penanganan stunting.
Kelengkapan atas modul pembelajaran dapat bersumber dari pusat maupun atas inisiatif lokal dan literatur
lainnya yang telah direkomendasi oleh Spesialis Pelatihan dan Peningkatan
Kapasitas.
2.1.6 Operasional UPK, KPMD dan
Administrasi UPK
Selain
kegiatan sebagaimana di atas, DOK Peningkatan Kapasitas pada Lokasi Khusus
dialokasikan untuk
operasional UPK dan KPMD maksimal
35%
serta administrasi UPK
maksimal 5% dari pagu per-Kecamatan.
2.1.7 Operasional PL
Operasional PL di
kecamatan yang memiliki 7 hingga 10 Desa dapat memperoleh biaya operasional
maksimal sebesar Rp. 400.000,- per-bulan, dan PL di kecamatan yang jumlah
desanya lebih dari 10 desa dapat memperoleh biaya operasional maksimal sebesar
Rp. 800.000,- per-bulan. Pada lokasi kecamatan yang memiliki jumlah desa kurang
dari 7 desa tidak disediakan alokasi untuk Pendamping Lokal (PL).
2.2
Lokasi
Reguler
Alokasi penggunaan dana DOK
Peningkatan Kapasitas di Lokasi Reguler adalah sebagaimana tertuang dalam tabel
2 berikut :
Tabel 2. Alokasi Penggunaan DOK Peningkatan Kapasitas
Lokasi Reguler
No.
|
Kegiatan
|
Jml
Hari
|
Peserta
|
Waktu
|
1
|
Fasilitasi
Pengkajian Keadaan Desa dan Rembuk Stunting Desa
|
1
|
Pelaksana: Tim PKD
Peserta: Umum
|
Februari-Mei
|
2
|
Festival
Desa/Lokakarya Kemitraan
|
1
|
Pelaksana:
BKAD, PL, Pemdes, KPMD
|
Juni
|
2.2.1 Operasional Pengkajian Keadaan Desa
(PKD)
Pengkajian
Keadaan Desa merupakan serangkaian kegiatan pendampingan perencanaan
pembangunan desa, mulai
tingkat dusun hingga desa. Kegiatan ini menekankan pada peningkatan kualitas
musyawarah dan partisipasi, melalui fasilitasi Focus
Interest Group Discussion (FIGD),
musyawarah dusun dan desa, serta observasi langsung, dengan
informan diantaranya kelompok masyarakat, RTM, Ibu hamil/balita, kelompok
profesi dan kelompok lainnya yang dirasa perlu dan terkait dengan perencanaan
pembangunan desa.
Untuk itu, peserta
kegiatan ini diprioritaskan bagi pelaku yang terlibat langsung dalam proses perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan di desa dan antar desa. Sedangkan alokasi untuk kegiatan PKD dapat digunakan untuk
pembekalan, biaya operasional proses kegiatan, serta rapat perumusan hasil PKD.
2.2.2
Festival
Desa/Lokakarya Kemitraan
Dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan sosial dasar dan percepatan kemandirian
desa,
diperlukan terobosan dalam melakukan
sosialisasi, publikasi dan membangun jejaring serta penggalangan kemitraan.
Hal ini dilakukan sebagai
bentuk advokasi
kebijakan dan membangun gerakan kepedulian terhadap pemenuhan hak-hak dasar
warga miskin. Kegiatan lokakarya kemitraan merupakan salah satu terobosan
pendekatan yang mendorong masyarakat dan para pemangku kebijakan di tingkat
desa dan antar desa
untuk secara lebih luas memahami dan mendukung pengarus-utamaan pelayanan sosial dasar. Kegiatan
ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk,
seperti workshop,
pameran, pentas seni, bazaar amal, lomba kreasi, dan sebagainya. Untuk itu, peserta kegiatan ini diarahkan
bagi pelaku pengambil keputusan di tingkat desa dan antar desa, serta pelaku lainnya yang
berkompeten atas pemantauan dan evaluasi kegiatan.
Alokasi
atas kegiatan ini dapat digunakan untuk rapat persiapan serta biaya
penyelenggaraan kegiatan. Selanjutnya, pada
pelaporan kegiatan ini harus memuat tentang realisasi potensi lembaga, kelompok
atau individu mitra yang dapat tergali selama proses kegiatan, baik berupa
komitmen maupun bantuan langsung.
2.2.3
Operasional
UPK, KPMD dan Administrasi UPK
Pada Lokasi
Reguler, alokasi
operasional UPK dan KPMD maksimal
40%,
dan untuk administrasi
UPK maksimal 5% dari pagu per-Kecamatan.
2.2.4
Operasional
PL
Operasional PL di
kecamatan yang memiliki 7 hingga 10 Desa dapat memperoleh biaya operasional
maksimal sebesar Rp. 400.000,- per-bulan, dan PL di kecamatan yang jumlah desanya
lebih dari 10 desa dapat memperoleh biaya operasional maksimal sebesar Rp.
800.000,- per-bulan. Pada lokasi kecamatan yang memiliki jumlah desa kurang
dari 7 desa tidak disediakan alokasi untuk Pendamping Lokal (PL).
III.
PENGELOLAAN DOK PENINGKATAN KAPASITAS
Pengelola
DOK Peningkatan Kapasitas adalah UPK (Unit Pengelola Kegiatan). UPK sebagai pengelola bertugas merencanakan,
mengadministrasikan, melaporkan dan mempertanggungjawabkan penggunaan DOK
Peningkatan Kapasitas kepada masyarakat melalui forum yang disepakati dan
melalui media lain yang transparan dan akuntabel. Dasar penggunaannya mengacu
pada RAB dan SPC yang telah disepakati dan ditetapkan dalam forum MAD.
Tahapan
dalam pengelolaan DOK Peningkatan Kapasitas adalah sebagai berikut :
i. Masyarakat yang difasilitasi oleh
FK dan di supervisi oleh Faskab menyusun Rencana Kegiatan DOK Peningkatan
Kapasitas (RAB) sesuai dengan ketentuan.
ii. RKD Peningkatan Kapasitas yang
telah disepakati dan diputuskan masyarakat, selanjutnya ditetapkan dalam SPC
DOK Peningkatan Kapasitas;
iii. Berdasarkan RKD tersebut, UPK
mengadministrasikan, membukuaan dan mempertanggungjawabkan dana secara rutin
sesuai ketentuan.
iv. Setiap bulan UPK bertanggung jawab
atas penyusunan laporan penggunaan DOK Peningkatan Kapasitas sesuai dengan
format yang sudah ditentukan.
v. FK melakukan verifikasi atas
kebenaran laporan yang ada dengan memeriksa pembukuan dan juga melakukan
rekonsiliasi rekening secara rutin.
vi. Jika ada sisa atas penggunaan dana,
maka dapat digunakan untuk kegiatan peningkatan kapasitas lainnya dengan
persetujuan wakil masyarakat di bawah kendali FK dan Faskab
vii. Pada akhir program, UPK wajib
mempertanggungjawabkan atas pengelolaan DOK Peningkatan Kapasitas kepada
masyarakat.
FK
dan Faskab bertanggung jawab atas pengendalian DOK Peningkatan Kapasitas
melalui Rekonsiliasi Rekening, pemeriksaan pembukuan dan audit internal.
Dengan
keterbatasan alokasi DOK Peningkatan Kapasitas tahun 2018, maka sangat
diperlukan support dana dari sumber lain seperti sisa dana operasional UPK
tahun sebelumnya, swadaya untuk beberapa kegiatan, subsidi dana desa dan
lain-lain.
IV.
PENGELOLAAN KEGIATAN PENINGKATAN
KAPASITAS
Komponen terbesar
dari alokasi DOK Peningkatan Kapasitas adalah untuk kegiatan peningkatan
kapasitas. Peningkatan kapasitas dilakukan
dalam berbagai bentuk, yakni pelatihan dan kegiatan lainnya. Pelatihan
dilakukan secara partisipatif dengan pendekatan andragogy (pendidikan orang dewasa), yang menempatkan peserta,
tidak sebagai obyek belajar, namun sebagai subyek belajar. Selain itu,
pendekatan andragogy juga menempatkan pengalaman yang
telah dilalui sebagai dasar pembelajaran, sehingga pelatihan memiliki kaitan
langsung dengan mereka sebagai
subyek belajar, dan dapat diterapkan dalam dunia nyata; lebih memilih hal yang kongkret daripada
abstrak, dengan beragam metode pelatihan, seperti mengatasi permasalahan atau persoalan yang realistis. Oleh karena itu, dalam pembelajaran orang dewasa, materi pelajaran dituntut yang berkelanjutan atau
berkesinambungan.
Pelaksanaan peningkatan kapasitas merupakan upaya yang
dilakukan pelaku
untuk mengimplementasikan materi, baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap
para peserta (pelaku). Mengingat situasi dan kondisi antar kecamatan dan
kabupaten dalam provinsi yang berbeda-beda, baik kualitas SDM maupun
geogafisnya, maka setiap kabupaten dalam kendali Spesialis Pelatihan dan
Peningkatan Kapasitas dapat memilih pola pelaksanaan pelatihan dan jenis modul
yang akan dilatihkan sesuai dengan hasil analisis TNA.
Untuk itu,
diberikan peluang kepada provinsi (Spesialis Pelatihan dan Peningkatan
Kapasitas) untuk menyelenggarakan kegiatan dengan nama lainnya yang disepakati masyarakat,
khususnya terkait dengan PKD (pengkajian keadaan desa), pengembangan media
komunitas, dan lokakarya kemitraan.
Tahapan pengelolaan kegiatan peningkatan kapasitas
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, laporan dan evaluasi.
4.1
Perencanaan
Hal-hal
yang perlu dipersiapkan dalam tahapan perencanaan adalah
4.1.1
Pelaksanaan
Training Need Assessment (TNA) dan Analisis
Kegiatan
ini merupakan tahapan
untuk memperoleh informasi kebutuhan materi yang dilatihkan kepada kelompok
sasaran/pelaku melalui pencermatan adanya kesenjangan antara kompetensi yang
harus dimiliki serta faktor yang mempengaruhi dengan kondisi yang ada saat ini.
Berikut gambaran peruntukkan dan pemanfaatan Training Need Assessment (TNA):





Training
Need Assessment (TNA) dan Analysis ini
juga dapat menjadi salah satu acuan dalam melakukan kegiatan lainnya. Kegiatan
ini dapat dilakukan
dengan beberapa teknik
pengumpulan data yang tepat, diantaranya:
1)
Wawancara
dengan beberapa
pelaku program, tokoh masyarakat atau masyarakat penerima manfaat;
2)
Diskusi
kelompok kepentingan yang
terfokus (focus interest group discussion),
dengan pelaku program maupun masyarakat sasaran dan langsung kepada masyarakat;
dan
3)
Jika
diperlukan, dapat dilakukan pengamatan (observasi) langsung terhadap kondisi
masyarakat terkait.
Secara
rinci dapat dilihat pada Panduan Pelaksanaan Training
Need Assessment (TNA) Generasi Sehat dan Cerdas.
4.1.2
Pemilihan
dan Penyusunan Materi Modul Peningkatan Kapasitas
Pemilihan dan
penyusunan materi peningkatan
kapasitas dimaksudkan
agar sesuai dengan kebutuhan pelaku di lapangan. Materi peningkatan
kapasitas disusun dalam bentuk pokok bahasan wajib, yang artinya harus
diberikan kepada peserta peningkatan
kapasitas, dan pokok bahasan pilihan, yang dipilih sesuai dengan situasi dan
kondisi kabupaten/provinsi masing-masing. Untuk dapat menentukan pokok bahasan
pilihan, dilakukan kegiatan
Training
Need Assessment (TNA).
Secara
umum, penyusunan modul dilakukan
oleh Konsultan Manajemen Nasional, namun pengembangan dan penerapannya
diserahkan kepada Provinsi (Spesialis Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas),
dengan bantuan Tim Faskab di provinsi masing-masing. Beberapa pertimbangan
dalam memilih dan mengembangkan modul dipaparkan sebagai berikut:
·
Pemilihan dan pengembangan modul dilakukan
oleh provinsi (Spesialis Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas), dibantu oleh Tim Faskab yang mengacu pada hasil analisis Training Needs Assessment (TNA).
·
Jika ada beberapa usulan jenis peningkatan
kapasitas,
sedangkan dana yang
dimiliki terbatas, maka perlu dilakukan pemilihan jenis modul atau pokok bahasan yang
menjadi prioritas untuk dilaksanakan.
Selanjutnya, untuk pemilihan metode dalam peningkatan
kapasitas, berikut
disampaikan beberapa metode pembelajaran yang dapat
dipilih dalam pelatihan, yang sesuai
dengan pendekatan andragogy, diantaranya:
1) Ceramah: Metode ceramah yang
biasanya disertai
dengan media/alat
bantu ini hanya
efektif jika waktu yang tersedia sempit. Ceramah dalam pendidikan orang dewasa cenderung
interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau
perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta.
2) Diskusi: Metode
ini lebih partisipatif daripada ceramah. Dalam diskusi, para peserta pelatihan
diajak berfikir bersama dan mengungkapkan pikirannya sehingga dicapai pengertian dan kesepahaman persepsi pada
diri sendiri, mitra diskusi
terkait masalah
yang dihadapi.
3) Diskusi
Kelompok: Pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang
atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode ini dapat membangun suasana saling menghargai atas perbedaan pendapat
dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara
dalam diskusi yang lebih luas
4) Curah Pendapat: Untuk membuat kompilasi (kumpulan)
pendapat, informasi,
pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi,
pengalaman, atau gagasan untuk menjadi pembelajaran bersama. Dalam metode curah
pendapat, pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
5) Simulasi (Pemeranan): Simulasi merupakan bentuk metode praktek yang sifatnya
untuk mengembangkan
keterampilan peserta belajar. Metode ini
memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar
karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di dalam situasi yang
sesungguhnya.
6) Otokritik: Metode ini
merupakan bagian bagian dari evaluasi diri, yakni untuk membahas tentang semua
kegiatan yang sudah dilakukan oleh para pelaku, misalnya menilai kinerja, persepsi, atau strategi
dan penerapan pola kerja dalam mendampingi masyarakat. Atas penilaian ini dapat disusun rencana perbaikan
7) Refleksi Kritis: Metode ini digunakan untuk
mengevaluasi kegiatan secara kritis atau
penganalisisan secara tajam dalam pelaksanaan kegiatan program atau tema pokok bahasan tertentu.
Metode ini membahas tentang semua kegiatan yang sudah dilakukan oleh para pelaku program dalam mendampingi masyarakat,
sekaligus melakukan penganalisisan secara tajam persoalan-persoalan yang muncul
dalam pokok bahasan
8) Permainan (Games): Pemecah situasi kebekuan fikiran
atau fisik peserta agar terbangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat,
dan antusiasme. Permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar untuk
mendalami prinsip, nilai, atau pelajaran lainnya, bukan hanya untuk mengisi
waktu kosong atau sekedar permainan.
9) Praktik Lapangan: Untuk melatih dan meningkatkan
kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya di lapangan (nyata).
10) Kontinum
Proses Belajar: Suatu proses penataan pengalaman
untuk mencapai perluasan pengalaman berdasarkan pengalaman sendiri maupun
pengalaman orang/pihak
lain. Contoh : studi banding dan magang.
4.1.3
Penentuan
Lokasi dan Pembentukan Kepanitiaan Kegiatan Peningkatan Kapasitas
Lokasi pelaksanaan kegiatan
pelatihan diutamakan di lokasi masing-masing kecamatan. Namun, jika berdasarkan pertimbangan jumlah
peserta, lokasi, nara sumber dan efektifitas biaya pelatihan maka pelatihan
dapat dilaksanakan secara cluster antar kecamatan di satu kabupaten dengan
mengajukan justifikasi tersebut kepada Faskab dan Provinsi untuk kemudian
mendapat persetujuan pelaksanaanya.
Panitia penyelenggara kegiatan
pelatihan di kecamatan adalah UPK dibantu oleh beberapa orang, terutama yang
berpengalaman sebagai Kelompok Kerja (Pokja) GSC. Sedangkan panitia
penyelenggara untuk pelatihan secara cluster dapat dipilih salah satu/beberapa
UPK dibantu pelaku-pelaku yang lain atas kesepakatan bersama antara UPK yang
akan mengadakan kegiatan pelatihan. Penunjukan panitia dalam pelatihan gabungan
harus dilengkapi dengan SK kepanitiaan yang dikeluarkan oleh Satker
Kabupaten.
Sedangkan BKAD, Fasilitator
Kecamatan (FK) dan Penanggungjawab Operasional Kegiatan Kecamatan (PjOK), tim
faskab berfungsi sebagai Steering Comittee (Panitia Pengarah).
4.1.4
Penyusunan
Rencana Acuan Kegiatan Pelatihan (KAK)
Berdasarkan
Juknis Penggunaan DOK Peningkatan Kapasitas atas kebutuhan materi, jumlah jam
pelatihan, kepesertaan maka panitia penyelenggara menyusun kerangka acuan
kegiatan (KAK). Kerangka acuan kegiatan merupakan dokumen perencanaan kegiatan pelatihan yang
berisi penjelasan mengenai apa, mengapa,
siapa, kapan, dimana, bagaimana dan berapa perkiraan biaya (RAB) pelatihan
tersebut. KAK disusun oleh panitia dengan diverifikasi dan disetujui oleh FK
jika pelatihan diselenggarakan di tingkat kecamatan dan Faskab serta Faskeu
jika diselenggarakan secara gabungan (klaster atau kabupaten). Format KAK adalah sebagaimana terlampir.
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam penyusunan KAK khususnya dalam RAB dalah :
i.
Harga sesuai dengan standar harga
setempat
ii.
Kebutuhan akan sarana pendukung
kegiatan realistis dan masuk akal sehingga meminimalkan akan terjadinya mark up
dalam pertanggungjawaban
iii.
Jika kegiatan pelatihan dilakukan
secara cluster/gabungan maka biaya transport tidak dimasukkan dalam RAB
tersebut, namun dibayarkan oleh UPK masing-msing kecamatan kepada peserta
pelatihan. Total kebutuhan biaya kemudian dibagi berdasarkan jumlah peserta.
iv.
Narasumber Pelatihan. Narasumber dapat terdiri dari pejabat
pemda, pakar ahli/akademisi,
praktisi atau unsur
lainnya dan juga konsultan dan fasilitator GSC. Pemilihan narasumber
diverifikasi oleh Tim Faskab dengan mempertimbangkan kompetensi/keahlian, potensi
pelaku dan kelembagaan lokal, dan ketersediaan dana.
v.
Fasilitator (FK dan atau Faskab dan
Faskeu) tidak boleh dianggarkan dan diberikan honor maupun uang trasnport
karena tugas dalam melatih/menjadi nara sumber/monitoring telah menjadi tugas
yang melekat sebagai fasilitator.
vi.
Nara sumber yang berasal dari PNS
tidak boleh menerima honor.
4.2
Pelaksanaan
4.2.1
Persiapan
Pelaksanaan
Setelah
KAK diverifikasi dan disetujui oleh FK atau Faskab dan Faskeu maka panitia
segera mempersiapkan segala kebutuhan seperti tempat, perlengkapan, ATK, dan
lain-lain. Hal-hal yang menjadi aturan
dalam proses pengadaan baik berupa tempat maupun perlengkapan pelatihan adalah
sebagai berikut :
i.
Faskab membentuk Tim Pelatih Kabupaten yang terdiri
dari 2-3 Fasilitator kecamatan yang dinilai menguasai
materi terkait dan memiliki
kompetensi dalam memfasilitasi pelatihan.
ii.
Proses penentuan lokasi pelatihan
mengacu pada aturan proses pengadaan barang dan jasa yang ada di Program
Generasi Sehat dan Cerdas
iii.
Proses pengadaan bahan-bahan dan perlengkapan
kegiatan pelatihan mengacu pada aturan proses pengadaan barang dan jasa di
Program Generasi Sehat dan Cerdas.
iv.
Fasilitator di larang melakukan
negosiasi dan menjadi perantara dalam pengadaan barang dan jasa.
v.
Modul dan materi disiapkan oleh Fasilitator
yang kemudian diserahkan kepada panitia untuk di perbanyak sesuai kebutuhan
pelatihan.
4.2.2
Pelaksanaan
Kegiatan
Pelaksanaan
kegiatan pelatihan mengacu pada KAK yang telah di verifikasi dan di setujui
oleh FK atau Faskab dan Faskeu. Panitia bertanggung jawab atas operasional
kegiatan pelatihan, sementara FK (jika dilaksanakan di tingkat kecamatan) atau
Faskab dan Faskeu (jika pelatihan gabungan) bertanggung jawab atas proses dan
materi pelatihan.
Untuk memudahkan proses pembelajaran, jumlah
peserta dalam 1
(satu) kelas berjumlah + 30 orang, dan peserta harus dapat membaca dan menulis. Jika
jumlah peserta melebihi ketersediaan ruang kelas, maka pelatihan dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali penyelenggaraan dengan tetap
mempertimbangkan anggaran dan kesediaan narasumber.
Tahapan
pelaksanaan pelatihan atau kegiatan
lainnya, terbagi menjadi beberapa bagian, yakni: pembukaan, proses pembelajaran
dan penutupan.
§
Pembukaan
merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari acara sambutan dan/atau arahan umum,
orientasi pelatihan atau kegiatan
lainnya, dan penjelasan panitia pelaksana mengenai tata tertib dan
hal-hal lain yang perlu disampaikan, misalnya tentang akomodasi dan fasilitas
selama kegiatan
berlangsung.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara formal
dengan suatu acara sambutan dan/atau arahan dari
pejabat instansi, tetapi dapat dilakukan secara informal minimal oleh supervisor atau penyelenggara
pelatihan atau
kegiatan lainnya dengan pernyataan singkat dan
disertai penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan atau kegiatan lainnya.
§ Proses pembelajaran dilaksanakan di dalam maupun di luar kelas, sesuai
prencanaan dan metode yang dipilih. Kegiatan peningkatan kapasitas diawali
dengan pengenalan pihak yang
terlibat (fasilitator/pelatih,
narasumber, informan, atau pihak lainnya yang terlibat dalam kegiatan), dilanjutkan
dengan penyampaian materi
sesuai tujuan materi yang telah
dipilih dan disusun. Secara umum, kegiatan pembelajaran haruslah bersifat partisipatif. Selama
kegiatan, baik pelatihan maupun bentuk kegiatan
lainnya, perlu dibangun suasana yang memungkinkan pihak yang terlibat (fasilitator/pelatih, narasumber, informan, atau
pihak lainnya yang terlibat dalam kegiatan) bebas
mengemukakan pendapat, saling tukar pengalaman, dan menghargai setiap pendapat, pikiran, karya dan pengalaman peserta, sesuai konteks kegiatannya.
§
Penutupan pelatihan atau kegiatan lainnya mencakup
acara pembacaan hasil secara
singkat dan pernyataan secara resmi tentang selesainya kegiatan.
4.3
Dokumentasi,
Pertanggungjawaban dan Pelaporan Kegiatan
Secara teknis, kegiatan ini terbagi menjadi 2 (dua)
bagian, yakni Pendokumentasian dan Pelaporan
Kegiatan.
4.3.1
Pendokumentasian
Dokumentasi adalah
seluruh berkas
dan dokumen kegiatan,
baik saat perencanaan, pelaksanaan maupun pasca kegiatan (pelatihan atau
kegiatan lainnya). Arsip dan Dokumentasi ini harus dikumpulkan dan disimpan
sebagai bukti pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah dilaksanakan. Selain itu, arsip dan dokumentasi ini
juga bermanfaat
sebagai bahan pemeriksaan dan bahan
evaluasi dalam upaya meningkatkan kualitas kegiatan (pelatihan atau kegiatan lainnya) di masa mendatang.
§ Arsip
kegiatan (pelatihan
atau kegiatan lainnya)
terdiri dari arsip administrasi dan keuangan, yang
meliputi semua surat/data/berkas yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan, mulai
dari persiapan sampai dengan selesainya pelaksanaan kegiatan, yakni data peserta, fasilitator/pelatih, narasumber, informan, atau
pihak lainnya yang terlibat dalam kegiatan, daftar
hadir, jadwal kegiatan, modul serta
materi, hasil evaluasi terhadap peserta atau pelaksanaan kegiatan, berita acara, dan data lain yang
dipandang perlu untuk disimpan, seperti
laporan hasil kunjungan lapangan, peralatan, tanda terima bahan/alat, dan
lain-lain.
Arsip administrasi pelaksanaan kegiatan
dihimpun dan disusun secara lengkap dan tertib sebagai dokumen kegiatan (pelatihan
atau kegiatan lainnya) yang
dapat dimanfaatkan apabila
diperlukan.
§ Dokumentasi kegiatan (pelatihan
atau kegiatan lainnya) adalah
seluruh data, baik dalam bentuk foto dan/atau video/film, termasuk
narasi/notulen yang menyertainya, yang menjadi pendukung atas
pertanggungjawaban kegiatan.
§
Arsip
keuangan meliputi surat-surat pertanggungjawaban keuangan, bukti-bukti transaksi, kontrak, penawaran, dan kelengkapannya yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan. Arsip keuangan dihimpun dan disimpan
oleh UPK, dan
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
4.3.2
Pertanggung
Jawaban dan Pelaporan
Pertanggungjawaban kegiatan pelatihan
berupa laporan yang disusun oleh panitia dengan verifikasi FK (jika pelatihan
di tingkat kecamatan) serta Faskab dan Faskeu (jika pelatihan gabungan)
maksimal 7 hari setelah pelatihan selesai dilaksanakan. Untuk pelatihan yang dilaksanakan secara
gabungan maka pelaporan di buat sejumlah kecamatan yang mengikuti pelatihan.
Laporan asli (termasuk bukti-bukti transaksi) disimpan di Faskab/faskeu sebagai
arsip laporan. Laporan di buat per jenis kegiatan pelatihan. Format laporan
adalah sebagai mana terlampir.
Hal-hal
yang harus diperhatikan terkait dengan laporan pertangggungjawaban dana adalah
sebagai berikut :
i.
Laporan disusun berdasarkan kondisi
riil penggunaan dana (bukan berdasarkan RAB).
ii.
Jika ada selisih antara harga yang
tertera di RAB dengan harga riil berdasarkan negosiasi atau perolehan cash back
dari pihak manapun maka yang dipertanggungjawabkan adalah harga rill yang
dibayarkan. Panitia tidak berhak
mendapatkan fee/cash back untuk kepentingan pribadi.
iii.
FK atau Faskab dan Faskeu
bertanggung jawab atas kebenaran pelaporan yang di buat oleh panitia.
iv.
Sebelum dilakukan penjilidan dan
penggandaan maka pelaporan harus sudah diverifikasi dan disetujui oleh
Fasilitator.
v.
Pelaporan kegiatan pelatihan juga
dilaporkan dan di input dalam aplikasi pelaporan kegiatan peningkatan kapasitas
segera setelah pelaporan dan pertanggungjawaban kegiatan selesai dibuat.
vi.
Jika terdapat sisa dana dari
kegiatan pelatihan, maka dana tersebut dapat digunakan untuk kegiatan yang
berkaitan dengan peningkatan kapasitas pelaku dengan persetujuan wakil
masyarakat.
V.
PENGENDALIAN PENGGUNAAN DOK
PENINGKATAN KAPASITAS
Fasilitor dan Konsultan secara berjenjang bertanggung
jawab atas pengendalian penggunaan DOK Peningkatan Kapasitas. Hal-hal yang
menjadi tanggung jawab fasilitator dan konsultan dalam hal pengendalian adalah
sebagai berikut :
i.
FK
dan Faskab bertanggung jawab atas verifikasi RAB DOK Peningkatan Kapasitas
sesuai dengan ketentuan juknis dan panduan yang ada.
ii.
FK
bertanggung jawab atas persiapan pelatihan yang diselenggarakan di kecamatan
khususnya terkait dengan materi dan proses pelatihan
iii.
FK
bertanggung jawab atas verifikasi KAK dan RAB Pelatihan yang diselenggarakan di
kecamatan
iv.
Faskab
bertanggung jawab atas verifikasi KAK dan RAB yang dilaksanakan secara
cluster/gabungan
v.
Spesialis
Training Provinsi dan FMS Provinsi bertanggung jawab atas verifikasi KAK dan
RAB kegiatan pelatihan yang dilaksanakan secara cluster/gabungan dan memberikan
persetujuan pelaksanaannya.
vi.
Spesialis Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas wajib memberikan arahan terkait pemilihan bentuk dan
jenis pelatihan dan
kegiatan dengan mempertimbangkan ketersediaan dana dan hasil analisis kebutuhan
pelatihan.
vii.
Spesialis Financial Management
Support wajib memberikan arahan terkait dengan penyusunan RAB, baik RAB DOK
Peningkatan Kapasitas maupun RAB untuk kegiatan pelatihan.
viii.
FK
dan Faskab bertanggung jawab atas pengendalian penggunaan DOK Peningkatan
Kapasitas dengan melakukan pemeriksaan pembukuan UPK, melakukan rekonsiliasi
rekening, audit internal dan supervisi monitoring.
ix.
Laporan
Penyerapan DOK Peningkatan Kapasitas dan Laporan kegiatan Peningkatan Kapasitas
(by aplikasi) menjadi alat kendali bagi faskab, tim provinsi dan KMN untuk
dapat mengevaluasi dan mengambil tindakan lebih lanjut terkait dengan penggunaan
DOK Peningkatan Kapasitas.
x.
Provinsi
khususnya Spesialis FMS agar melakukan audit atas adanya indikasi/risiko
terjadinya penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan DOK Peningkatan
Kapasitas.
VI.
EVALUASI
Evaluasi Pelatihan atau
Kegiatan Lainnya
dilakukan untuk mengetahui berbagai kekurangan dan kelebihan, baik kualitas sumber
daya manusia yang terlibat, proses
pembelajaran, maupun
penyelenggaraan kegiatan.
Manfaat evaluasi ini adalah untuk memberi masukan kepada pihak yang terlibat dalam pelatihan atau
kegiatan lainnya (penyusun modul, fasilitator/pelatih dan penyelenggara) agar dapat
memperbaiki mutu pelatihan atau
kegiatan lainnya pada perencanaan dan pelaksanaan yang akan datang. Instrumen yang digunakan dan menjadi acuan adalah evaluasi harian (terlampir), yang harus
diolah oleh UPK, dan dianalisis oleh tim fasilitator/pelatih. Instrument ini
disusun oleh Spesialis Pelatihan Fasilitator dan Pemerintah Daerah dibantu
Spesialis Pelatihan Pelatihan Masyarakat.
VII.
PENUTUP
Kegiatan peningkatan kapasitas, baik pelatihan
maupun kegiatan lainnya memerlukan
perencanaan yang matang dan mengikuti tahapan atau kaidah yang ada. Pelaksanaannya
perlu dikelola
dengan sungguh-sungguh sehingga kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
Dengan diberlakukannnya peraturan
terkait desa, yakni: Undang Undang No. 06 Tahun 2014 tentang Desa; dan
regulasi lainnya yang terkait, baik Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Permendagri,
dan Permendes PDT dan Transmigrasi,
maka hal ini menjadi tantangan baru yang menjadikan desa sebagai locus dan
focus. Untuk itu, peningkatan kapasitas pun selayaknya dilakukan dengan lebih
berkualitas, baik terkait dengan materi, metode-teknik fasilitasi dan
penyelenggaraannya.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA,
TAUFIK MADJID, S.Sos, M.Si
Pembina Utama Muda
NIP. 19710701.199903.1.0130
[1] Yang dimaksud
dengan Lokasi Khusus adalah lokasi yang masuk dalam irisan 100 kabupaten
prioritas
Comments
Post a Comment