Lokakarya Optimalisasi Pelayanan Sosial Konvergensi penanganan stunting di desa
Get link
Facebook
X
Pinterest
Email
Other Apps
Lokakarya Optimalisasi
Pelayanan Sosial
Konvergensi penanganan
stunting di desa
Walaupun data kasus stunting di Indonesia
sudah menunjukkan penurunan dibanding tahun 2013, namun Indonesia tetap
memiliki prevalensi yang cukup tinggi dibanding negara-negara tetangga di
kawasan Asean. Melihat hal tersebut, Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) salah satu
program di ditjen PPMD bidang Pelayanan Sosial Dasar Kemenedesa PDTT bermaksud
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai stunting dan bagaimana kondisi
ini memiliki dampak bagi pertumbuhan negara ke depannya.
Khairuddin, Faskab GSC Trenggalek, menekankan pentingnya mendapatkan
nutrisi yang baik karena itu merupakan salah satu hak asasi manusia. “Sayangnya
belum semua orang dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya padahal kerusakan akibat
gizi buruk, contohnya seperti stunting ini, memiliki dampak akan meningkatnya
beban ekonomi dikarenakan hidup penderita menjadi tidak produktif dan biaya
kesehatan pun menjadi tinggi,” ujarnya.
Stunting merupakan suatu indikator yang menunjukan kekurangan gizi kronis
pada balita, terutama pada masa 1.000 hari pertama kehidupannya (dihitung dari
masa janin dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun). Persoalan stunting
bukan sebatas tinggi tubuh yang kurang. Dampak buruk yang dapat juga timbul
adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, dan gangguan metabolisme
tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang, penderita stunting dapat mengalami
penurunan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh serta
kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
produktivitas ekonomi.
Pemerintah Indonesia sendiri telah memiliki target yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk menurunkan
prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen turun menjadi 28 persen pada
tahun 2019, sebagai bentuk komitmen dan bagian dari realisasi atas agenda dunia
Sustainable Development Goals (SDGs). Berdasarkan data monitoring dan evaluasi
Kementerian Kesehatan 2016, prevalensi stunting diperkirakan berada pada 27,5
persen. Artinya, kebijakan pemerintah dalam penanganan stunting sudah selaras
dengan target RPJMN.
“Kami sangat mengapresiasi hasil kerja pemerintah yang luar biasa ini.
Dengan semangat yang sama dengan pemerintah, kami di Generasi Sehat dan Cerdas
(GSC) merasa bahwa sudah waktunya bagi semua lapisan masyarakat
untuk mulai mengambil peran sesuai kapasitas masing-masing untuk
bersama-sama memerangi masalah kekurangan gizi yang menyebabkan stunting ini.
Selama ini kita selalu mendengar bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami
bonus demografi, tapi akan sangat disayangkan apabila bonus demografi itu
berubah menjadi beban demografi karena prevalensi stunting belum dapat ditekan
lebih banyak lagi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat akan hal ini,”
ujar Khairuddin.
Dengan latar belakang ini, GSC Kab. Trenggalek, bersama dengan Lintas
Sektoral di kabupaten Trenggalek menggelar Lokakarya Pelayanan Sosial “Konvergensi
Penanganan Stunting” yang bertempat di Hotel Hayam Wuruk Trenggalek. Acara ini
di hadiri oleh Kepala Desa dari 83 Desa Lokasi GSC yang tersebar di 8 Kecamatan
lokasi GSC. Acara yang di gelar tanggal 21 Nopember ini menghadirkan Dinas
kesehatan, Dinas Pendidikan dan Bappeda sebagai narasumber utama.
Comments
Post a Comment