Lokakarya Optimalisasi Pelayanan Sosial Konvergensi penanganan stunting di desa

Lokakarya Optimalisasi Pelayanan Sosial
Konvergensi penanganan stunting di desa

Walaupun data kasus stunting di Indonesia sudah menunjukkan penurunan dibanding tahun 2013, namun Indonesia tetap memiliki prevalensi yang cukup tinggi dibanding negara-negara tetangga di kawasan Asean. Melihat hal tersebut, Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) salah satu program di ditjen PPMD bidang Pelayanan Sosial Dasar Kemenedesa PDTT bermaksud untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai stunting dan bagaimana kondisi ini memiliki dampak bagi pertumbuhan negara ke depannya.
Khairuddin, Faskab GSC Trenggalek, menekankan pentingnya mendapatkan nutrisi yang baik karena itu merupakan salah satu hak asasi manusia. “Sayangnya belum semua orang dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya padahal kerusakan akibat gizi buruk, contohnya seperti stunting ini, memiliki dampak akan meningkatnya beban ekonomi dikarenakan hidup penderita menjadi tidak produktif dan biaya kesehatan pun menjadi tinggi,” ujarnya.
Stunting merupakan suatu indikator yang menunjukan kekurangan gizi kronis pada balita, terutama pada masa 1.000 hari pertama kehidupannya (dihitung dari masa janin dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun). Persoalan stunting bukan sebatas tinggi tubuh yang kurang. Dampak buruk yang dapat juga timbul adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, dan gangguan metabolisme tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang, penderita stunting dapat mengalami penurunan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.
Pemerintah Indonesia sendiri telah memiliki target yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk menurunkan prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen turun menjadi 28 persen pada tahun 2019, sebagai bentuk komitmen dan bagian dari realisasi atas agenda dunia Sustainable Development Goals (SDGs). Berdasarkan data monitoring dan evaluasi Kementerian Kesehatan 2016, prevalensi stunting diperkirakan berada pada 27,5 persen. Artinya, kebijakan pemerintah dalam penanganan stunting sudah selaras dengan target RPJMN.
“Kami sangat mengapresiasi hasil kerja pemerintah yang luar biasa ini. Dengan semangat yang sama dengan pemerintah, kami di Generasi Sehat dan Cerdas (GSC) merasa bahwa sudah waktunya bagi semua lapisan masyarakat untuk mulai mengambil peran sesuai kapasitas masing-masing untuk bersama-sama memerangi masalah kekurangan gizi yang menyebabkan stunting ini. Selama ini kita selalu mendengar bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami bonus demografi, tapi akan sangat disayangkan apabila bonus demografi itu berubah menjadi beban demografi karena prevalensi stunting belum dapat ditekan lebih banyak lagi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat akan hal ini,” ujar Khairuddin.
Dengan latar belakang ini, GSC Kab. Trenggalek, bersama dengan Lintas Sektoral di kabupaten Trenggalek menggelar Lokakarya Pelayanan Sosial “Konvergensi Penanganan Stunting” yang bertempat di Hotel Hayam Wuruk Trenggalek. Acara ini di hadiri oleh Kepala Desa dari 83 Desa Lokasi GSC yang tersebar di 8 Kecamatan lokasi GSC. Acara yang di gelar tanggal 21 Nopember ini menghadirkan Dinas kesehatan, Dinas Pendidikan dan Bappeda sebagai narasumber utama.


Comments